25 Jun, 2020

Amankah Mengikuti Trend Diet Rendah Karbohidrat?

OBESITAS merupakan keadaan di mana terjadi akumulasi lemak yang berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Seseorang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh. Ada beberapa indikator untuk menilai kondisi obesitas yaitu dengan dua cara; Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT). Dilakukan pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) yang kemudian digunakan untuk menghitung IMT dengan rumus IMT (kg/m2) = BB (kg) / TB2 (m).

Jika seseorang memiliki hasil IMT ≥ 25 kg/m2 dikategorikan mengalami overweight dan jika memiliki IMT ≥ 30 kg/m2 dikategorikan Obesitas. Pengukuran Lemak Tubuh (PLT). Kadar lemak tubuh merupakan salah satu variabel komponen penyusun tubuh yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin, tinggi dan berat badan.

Pengukuran kadar lemak tubuh menggunakan alat Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Menurut American Council on Exercise seseorang dikatakan obesitas jika prosentase lemak tubuh ≥ 25 persen pada pria, sedangkan prosentase lemak tubuh ≥ 32,5 persen pada wanita. Obesitas dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah genetik, pola makan berlebih, kurang aktifitas fisik, pengaruh emosional, lingkungan dan faktor sosial.

Sedangkan untuk tipe obesitas ada dua berdasarkan distribusi lemaknya yaitu : Tipe Android (Buah Apel). Tipe android biasanya dialami oleh pria atau wanita yang sudah menopouse, penumpukan lemak terjadi pada bagian tubuh atas, sekitar dada, pundak, leher dan muka. Tipe Ginoid (Buah Pear). Tipe Ginoid umumnya diderita oleh wanita dengan timbunan lemak pada bagian tubuh bawah, sekitar perut, pinggul, paha dan pantat.

ANGKA KEJADIAN OBESITAS

Kasus obesitas kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut British Population Survey (BPS) pada 2014 jumlah pria gemuk 6x lebih banyak dari 10 tahun yang lalu. Sementara untuk wanita adalah 3,5 kali dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013 prevalensi obesitas meningkat jika dibandingkan dengan Riskesdes 2010. Angka obesitas pria meningkat 5 persen dan pada wanita meningkat 9 persen.

Obesitas berperan besar sebagai penyebab terjadinya masalah kesehatan lebih lanjut seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2, stroke, penyakit kandung kemih. Berdasarkan WHO 2008, sejumlah 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahunnya akibat terkena penyakit yang berawal dari kegemukan dan dari jumlah tersebut 44 persen meninggal akibat diabetes melitus, 23 persen akibat penyakit jantung, dan 7-41 persen akibat kanker.

DIET RENDAH KARBOHIDRAT UNTUK TURUNKAN BERAT BADAN

Telah banyak usaha penanggulangan kegemukan, baik dengan cara instan maupun dengan cara yang tepat (diet dan olahraga). Harapan mendapatkan hasil yang instan seringkali beresiko bagi kesehatan. Salah satu usaha untuk menurunkan berat badan yang sedang populer di Indonesia adalah diet dengan prinsip rendah karbohidrat, tinggi protein dan lemak.

Berdasarkan penelitian diet rendah karbohidrat ini terbukti efektif menurunkan berat badan 2x lebih cepat dibandingkan diet konvensional yaitu diet rendah lemak. Resep penurunan berat badan secara instant ini banyak ditentang oleh ahli gizi karena dianggap memiliki dampak kesehatan yang serius. Dikatakan bahwa walaupun diet rendah kabohidrat sangat efektif untuk menurunkan berat badan, tetapi disebutkan bahwa yang turun adalah air, bukan lemak.

MEKANISME DIET RENDAH KARBOHIDRAT

rendah karbohidrat ternyata terbukti dapat menurunkan berat badan dan presentase lemak tubuh dibandingkan dengan diet rendah lemak. Berdasarkan penelitian subjek yang diberikan diet rendah karbohidrat mengalami penurunan asupan total energi. Rasa kenyang yang lebih cepat muncul terjadi selama 4 minggu pertama menjalankan diet rendah karbohidrat.

Selain menurunkan selera makan, diet rendah karbohidrat juga lebih memicu pengeluaran energi. Penurunan berat badan pada diet rendah karbohidrat akibat penurunan selera makan yang terjadi karena sifat protein yang merupakan makronutrien yang paling dapat menimbulkan rasa kenyang. Protein dapat memicu rasa kenyang yang cepat dengan cara menurunkan termogenesis, yang menghasilkan efek penurunan kecepatan absorpsi zat gizi.

Protein juga membuat pengeluaran energi yang lebih akibat mekanisme glukoneogenesis, yaitu proses adaptasi tubuh terhadap kurangnya karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi organ-organ. Pada glukoneogenesis terjadi sintesi glukosa dari sumber zat non-karbohidrat, seperti asam amino gliserol dengan hasil sampingan berupa keton. Pembentukan keton ini juga menghasilkan perasaan kenyang. Diet rendah karbohidrat menurunkan berat badan juga karena terjadi aktivasi dan oksidasi asam lemak yang akan menimbulkan perasaan kenyang yang lebih cepat. (*)

Berita Terkait

Berita Terbaru

Polling

Apakah website ini bermanfaat untuk Anda?