Program telemedicine atau pelayanan medis jarakjauh tanpa tatap muka dengan memanfaatkan teknologi informasi yang dijalankan RSUD dr. Iskak — kemudian diperkenalkan dengan istilah Home Care — mengalami lonjakan selama pandemi virus corona. Produk layanan yang sudah berjalan sejak 2015 itu kini menjadi ujung tombak untuk melindungi kelompok berisiko tinggi, dalam skema pelayanan “Hospital Without Wall”.
DENGAN manajemen pelayanan home care berbasis daring ini, pasien berisiko tak perlu lagi datang ke rumah sakit untuk berobat ataupun menjalani rawat jalan. Sebaliknya, tenaga-tenaga perawat , dokter, dan bidan-lah yang akan datang ke rumah pasien guna melayani.
Mulai pemeriksaan klinis umum, hingga pasien mendapatkan obat yang diresepkan. Fasilitas pelayanan home care ini secara khusus disediakan RSUD dr. Iskak Tulungagung dengan maksud mengurangi kehadiran pasien ke rumah sakit, sehingga mampu mencegah risiko penularan COVID-19 terhadap nakes (tenaga kesehatan) maupun pasien lain.
Meningkatnya pengguna layanan telemedicine atau home care setidaknya terlihat dari data pada dua bulan pertama pandemi melanda Indonesia, termasuk Jawa Timur dan Tulungagung dalam skala lokalitasnya. Yakni pada periode Maret dan April 2020, dimana jumlah pasien yang mengakses layanan home care dari semula tercatat sebanyak 18 orang, begitu memasuki masa pandemi COVID-19 pada April, angka pasien melonjak menjadi 87 orang.
Jumlah pengguna layanan home care terus meningkat seiring gencarnya sosialisasi dari tim PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit) dan jajaran PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) selaku mitra kerja pelayanan telemedicine yang dijalankan RSUD dr. Iskak. Direktur RSUD dr Iskak, dr Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, FINACS, M.Kes menjelaskan, home care menjadi bagian dari layanan Public Safety Centre (PSC). Selama masa pandemi COVID-19, banyak rumah sakit mulai menerapkan layanan serupa.
“Jadi hanya menyesuaikan istilah kekinian saja menjadi telemedicine. Sebenarnya (produk) layanan ini sudah lama ada pada kami, jauh sebelum pandemi,” terang Dokter Pri, sapaan akrab dr. Supriyanto. Dr. Supri menerangkan, di masa pandemi virus corona, ada kelompok masyarakat dengan resiko tinggi. Mereka adalah kelompok warga senior, dan orang dengan penyakit penyerta.
Mereka harus dilindungi, karena kaum senior, seperti tokoh ilmuwan, para guru seninor, dan para orang tua masih dibutuhkan untuk membimbing generasi muda. Karena itu diperlukan layanan kesehatan yang memastikan keamanan mereka. Dibutuhkan strategi khusus agar mereka bisa aman saat mengakses layanan kesehatan. Mereka tidak perlu datang ke rumah sakit, namun petugas medis yang akan menghampiri mereka.
“Tidak usah susah-susah datang ke rumah sakit, karena malah berisiko tertular. Tetap di rumah, petugas kami yang akan memberikan layanan di rumah,” tutur dr. Pri melanjutkan. Dalam kasus ringan, home care memberikan kemudahan pasien mendapatkan layanan konsultasi. Dokter pun bisa berinteraksi lewat video call untuk mengetahui perkembangan pasien.
Sedangkan jika butuh kontrol, petugas medis datang untuk mengurusi semua kebutuhan pasien, termasuk pengambilan dan pengantaran obat. Saat ini RSUD dr. Iskak akan melakukan pembatasan layanan home care. Sebab dikhawatirkan jika semua pasien mengakses layanan ini, maka tenaga medis yang disiapkan tidak akan mencukupi. Karena itu home care akan dikhususkan warga senior dan orang dengan penyakit penyerta.
“Kalau misalnya pasien yang masih muda, masih kuat ikut mengakses layanan ini, tenaga medisnya gak akan mencukupi. Karena itu kami akan fokuskan layanan ke kaum senior saja,” ujarnya. Untuk menjalankan layanan ini, RSUD dr. Iskak mempunyai empat (4) tim serta menggandeng sejumlah provider pelaksana. Termasuk sejumlah puskesmas yang ada di Tulungagung, dan para perawat yang bergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Dr. Supri menegaskan, ada penguatan layanan selama pandemi virus corona.
Diharapkan layanan bisa lebih maksimal dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan COVID-19. Tarif layanan home care sama dengan tarif kunjungan ke poli. Sedangkan tenaga yang dari puskesmas dibiayai lewat APBD Kabupaten Tulungagung. Layana home care ini juga bagian dari new normal life style. Sebuah gaya hidup baru dalam menghadapi keberadaan virus corona.
Sebab PBB menegaskan, virus ini tidak mungkin hilang. Karena itu telemedicine atau home care akan terus ada di RSUD dr. Iskak. Konsep Hospital Without Wall yang dicetuskan dr. Pri sudah diuji di tingkat internasional. Dengan konsep ini, RSUD dr. Iskak dinobatkan sebagai rumah sakit terbaik oleh International Hospital Federation (IHF) tahun 2019. Sedangkan dr Supriyanto juga dinobatkan sebagai manajer rumah sakit terbaik dunia.
AYO MULAI ADAPTASI KEBIASAAN BARU
DOKTER Pri atau Dokter Supri mengatakan, virus corona sebenarnya tidak terlalu berbahaya. Bahkan keganasannya masih kalah dibanding demam berdarah dengue (DBD) atau TBC. Namun virus ini membuat heboh, karena langsung menjangkiti secara global. “Selama ini kita ngumpet terus, sehingga sosial ekonomi kita nyaris berhenti. Padahal faktanya virus ini tidak terlalu berbahaya,” ungkapnya. Lebih lanjut, dr. Supri menunjukkan bagaimana DBD dan TBC tidak pernah hilang dari Indonesia.
Namun kita bisa menghindarinya, dengan taat protokol yang ditetapkan. Misalnya dalam kasus DBD, tidak membiarkan ada kaleng bekas yang terbuka dan terisi air. Pola pikir yang sama sudah saatnya diterapkan dalam menghadapi virus corona. Virus ini tidak mungkin dikalahkan, setidaknya untuk saat ini. Karena itu strategi untuk menghadapi juga harus diubah, bukan untuk mengalahkan tapi mengendalikan dengan gaya hidup baru.
“Kalau kita lihat sekarang sudah ada perubahan, di kantor, rumah, rumah makan semua ada wastafel di depan. Semua orang mengantongi hand sanitizer, menghindari cipika-cipiki. Itulah new normal life style,” cetusnya. Perilaku personal juga wajib menyesuaikan. Setiap kali bepergian jangan sembarangan memegang benda dan jangan sembarangan usap wajah. Jangan pernah mengusap wajah sebelum mencuci tangan dengan sabun.
Setelah pulang dari luar langsung ke kamar mandi, rendam pakaian dengan air deterjen, mandi dan bagi yang tidak berjilbab langsung keramas. Gaya hidup ini harus dilakukan batas waktu yang belum diketahui. Tingkat kematian virus corona tertinggi berdasarkan rentang usia adalah 80 tahun ke atas, mencapai 14 persen. Usia 50-80 tahun 1,3 persen, usia 10-39 tahun 0,2 persen dan usia 40-50 tahun 0,4 persen. Dr Supri mengingatkan, meski angkanya kecil, tetap harus ada upaya perlindungan. “Selama virus corona masih ada, gaya hidup ini harus terus dilakukan. Kalau kita bisa taat, maka kita akan bisa menghindari infeksi,” pungkas dr Pri. (MDJ)