AKHIR pertengahan Agustus lalu, Mbah Nun (panggilan budayawan Emha Ainun Najib) juga ditemani oleh Dokter Supriyanto, Direktur RSUD dr. Iskak, berkunjung ke Tulungagung dan menggelar sinau bareng dengan jamaah Maiyah. Pak Pri, sapaan dr Supriyanto, adalah orang yang sejak kuliah telah menetapkan diri untuk melakukan suatu hal yang terminologi maupun ilmunya diperolehnya dalam salah satu tulisan Mbah Nun, yaitu Pohon Pioner.
Tulisan itu rupanya membekas dalam pikiran dr Pri, dan mencerahinya untuk melakukan sesuatu yang bernilai pioneer. Merintis, mengawali sesuatu yang baru. Meninggalkan yang semestinya sudah tidak zaman lagi, menerobos kebuntuan dan ketidakmungkinan. Dan itu di bidangnya, yaitu kedokteran.
Di tengah banyak permasalahan dan ketidakpuasan publik terhadap layanan rumah sakit, atau tak kunjung idealnya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat akan hak-hak kesehatan, saat mulai dipercaya menjabat sebagai Direktur RSUD dr. Iskak itulah, dr. Pri mengerahkan ijitihad dalam memperbaharui praktik pelayanan rumah sakit. Dalam tingkat paradigma hingga detail-detail penataan rumah sakit. Bahkan hingga bagaimana ruang pasien didesain. Semunya mesti baru, cerdas dan inovatif.
Alhasil, dengan kepemimpinan dr. Pri, RSUD dr. Iskak Tulungagung menjelma fenomenologi baru menyangkut konsep dan praktik rumah sakit di Indonesia. Bahkan juga dunia. Inovasi-inovasi baru yang dilahirkan telah diserap untuk diaplikasikan di rumah-rumah sakit lain di Indonesia. RSUD dr. Iskak sendiri akhirnya merupakan rumah sakit terbaik di Indonesia. Setiap setahun sekali setidaknya, dr. Pri pergi ke luar negeri untuk presentasi bagaimana dia mengelola secara inovatif rumah sakit yang ia pimpin.
Tahun ini, RSUD dr. Iskak masuk dalam nominasi untuk mendapatkan penghargaan dari International Hospital Federation Award dalam kategori IHF/ Bionexo Excellenxe Award for Corporate Social Responsibility. Dan di sini, RSUD dr Iskak akan menghadirkan fenomena rumah sakit, yang bisa berkembang sebagai Public Safety Center. Awal November 2019 nanti, dr. Pri akan berangkat ke Muscat, ibukota Oman untuk mempresentasikan Public Safety Center tersebut dalam tema Strategi dan Inovasi dalam Menghadapi Era yang Disrupted.
Pada malam itu, dalam pengajian terbuka yang dipadati jamaah Maiyah, Mbah Nun meminta dr Pri untuk bercerita beberapa hal mengenai RSUD dr Iskak. Dan ia ditanya mengenai makna satu kata dari dunia kedokteran/ obat, yaitu: generik. Lalu dijelaskannya lah, bahwa generik memiliki arti harfiah ‘umum’. Dia ambil contoh, teh adalah istilah umum. Tapi kalau teh botol sosro, teh botol bermerek lainnya, adalah sudah tidak lagi generik. Artinya, generik adalah sesuatu yang masih sederhana dan murah. Dalam contoh teh misalnya, untuk minum teh, meski tehnya juga diproduksi pabrik, tapi untuk menjadi minuman kita bisa bikin sendiri, dan tidak mesti membeli minuman teh produk industri yang harganya relatif lebih mahal.
Mbah Nun kemudian menegaskan bahwa sebenarnya generik itu bertitik berat pada murahnya atau mandirinya. Dr Pri bilang, “Pada kemandiriannya.” Kemudian dipakai sebagai perspektif dalam melihat, Mbah Nun mengantarkan teman-teman jamaah Maiyah untuk menyadari bahwa acara-acara “Sinau Bareng” juga berarti generik.
Dengan term generik ini, Mbah Nun menegaskan kepada semua hadirin dan jamaah bahwa Tulungagung telah menemukan apa-apa yang generik. RSUD dr. Iskak adalah generik Tulungagung. Karenanya, di doa
bersama saat awal acara, digarisbawahi oleh Mbah Nun bahwa rasa syukur itu juga harus ada rasa syukur khusus sebagai orang Tulungagung dengan fenomena generiknya. Di ujung menyelami terminologi ‘generik’ ini, Mbah Nun mengajak perguruan-perguruan pencak silat di Tulungagung juga berlaku generic; yakni memiliki kebijaksanaan- kebijaksaan lokal.
Ke kualitas generik, mandiri, kreatif, dan cerdas itulah kiranya yang Mbah Nun harapkan semua anak-cucunya bergerak. Tidak tenggelam oleh keadaan yang mungkin tampaknya baik-baik dan tenang-tenang saja tapi sejatinya membutuhkan perubahan mendasar bahkan mondial juga skalanya. (www.caknun.com)